Para tahanan asal Nigeria hampir semuanya merupakan
jaringan narkotik internasional. Sudah terpasung di dalam jeruji besi
dan pulau tersendiri, mereka mampu berlagak seperti raja. Semua
permintaan mampu dilayani dengan baik.
Mereka di dalam penjara
mudah menghamburkan uang. Saban kali mandi satu mobil bermuatan air
minum isi ulang dipesannya dari Cilacap. "Semuanya pakai sistem
e-banking untuk transaksi, dia punya komputer jinjing di dalam," kata
seorang sumber
merdeka.com di dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusa
Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dua pekan lalu. "Kalau cuma telepon
seluler aja pasti punya."
Perlengkapan teknologinya tidak
tanggung-tanggung. Untuk menghindari penyumbatan sinyal telekomunikasi
di dalam penjara, para tahanan Nigeria itu merakit sebuah alat pemancar
penguat sinyal.
Posisinya berada di sebelah gedung lembaga
pemasyarakatan terbuka bersebelahan dengan penjara narkotik.
Kongkalikong para napi Nigeria dengan napi jelang bebas. Mereka
dikumpulkan di lembaga pemasyarakatan terbuka, penghuninya bisa bebas
berkeliaran di pulau seluas 21 ribu hektare itu.
"Pemancarnya
bisa menyadap frekuensi radio juga. Jadi siapa saja mau masuk Nusa
Kambangan bisa diketahui dari pintu masuk melalui radio panggil,"
ujarnya.
Untuk perakitan alat tersebut, semua dimasukkan ke dalam
penjara satu-satu bagian hingga nantinya dirakit oleh para napi Nigeria
sendiri. Mereka kategori terkini untuk urusan perkembangan teknologi.
"Dia rakit sendiri, sipir-sipir juga antar peretelennya," tutur sumber
itu.
Di Nusa Kambangan semua tahanan memiliki hukuman minimal
lima tahun dengan kasus berat. Kehidupannya lebih keras dibanding
penjara di wilayah lain. Seorang tahanan kelas kakap berlagak seperti
singa, diterbangkan ke Nusa Kambangan bisa berubah menjadi kucing
rumahan. "Sekelas John Kei, sampai Nusa Kambangan masuknya disuruh jalan
jongkok. Dia tidak sekuat seperti di Jakarta," katanya.
Di pulau
bergunung kapur itu, napi asal Nigeria dikenal royal. Beberapa sipir
bisa tergiur mengabdi kepada mereka. Kadang sesama tahanan lokal berebut
menjadi centengnya. "Mau dapat duit, kerja sama dia bisa uangnya
bulanan bro," ujar Rio, mantan penghuni Nusa Kambangan.
Tugasnya
cukup melindungi atau sekadar menjadi pesuruh di dalam sel. Kerjanya
nggak berat bisa dapat sejuta, kebutuhan sehari-hari ditanggung," kata
pria dengan rajah di seluruh wajahnya itu.
Berkeliling di pulau,
merdeka.com sempat melihat tempat eksekusi tembak para tahanan mati.
Berbentuk kotak dikelilingi tembok polos setinggi dua meter. Luasnya
hampir satu lapangan
sepak bola
dengan pos penjagaan di pojok area. "Itu tempat Amrozi cs ditembak di
situ," kata seorang warga asli Nusa Kambangan enggan disebutkan namanya.
Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah
Asmirna Mirza Zulkarnain menegaskan pihaknya tidak mengistimewakan
narapidana mana pun. Saat ini sudah menjadi larangan keras bagi pegawai
menyalahgunakan wewenangnya. "Kita akan bertindak tegas, nggak ada yang
diistimewakan."
Sumber :
Merdeka.com